Posted by Budidaya Perairan UBB on Selasa, 09 Februari 2010 in ,
KAJIAN AKTIVITAS SENYAWA ANTIBAKTERI Actinobacillus sp DARI LARVA IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) TERHADAP BAKTERI Aeromonas hydrophilla

Ardiansyah Kurniawan, SPi, MP 1), Prof. Ir. Marsoedi, PhD 2), Prof. Dr. Eddy Suprayitno,MSi 2

Abstrak

Kajian aktifitas senyawa antibakteri Actinobacillus sp dari larva ikan patin siam ( Pangasius hypopthalmus) terhadap bakteri Aeromonas hydrophilla dilakukan dengan mengisolasi bakteri dari larva ikan patin siam, identifikasi bakteri, pengujian daya hambat terhadap pertumbuhan Aeromonas hydrophilla dan analisa senyawa antibakteri pada metabolit Actinobacillus sp. Hasil uji penghambatan pertumbuhan menunjukan bahwa dari 6 isolat bakteri yang diidentifikasi, Actinobacillus sp memiliki kemampuan penghambatan yang lebih besar dibandingkan isolat bakteri lainnya. Berdasarkan waktu pertumbuhan bakteri Actinobacillus sp, daya hambat terbesar diperoleh pada fase kematian (jam ke-24). Senyawa antibakteri yang terdapat pada metabolit Actinobacillus sp berdasarkan hasil analisa GCMS adalah Hexanedioic acid bis (2-ethylhexyl) ester dengan area 24,75%.

Kata kunci : Antibakteri, Actinobacillus sp, Aeromonas hydrophilla, Larva ikan patin siam.

1. Pendahuluan

Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) sebagai salah satu komoditas perikanan air tawar yang memiliki nilai ekonomis penting menghadapi masalah yang sama dalam pembudidayaannya. Menurut Slembrouck, Komarudin dan Maskur (2005), bakteri patogen utama yang menginfeksi pangasius adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Ikan pangasius yang terinfeksi bakteri ini mengalami kondisi perilaku tidak normal, menolak pakan, pendarahan, warna pucat dan sirip terkikis hingga luka pada kulit sampai ke bagian otot.

Bakteri Aeromonas hydrophila umumnya ditemukan di perairan beriklim hangat baik perairan tawar, payau maupun laut. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang bersifat heterotropik dan mampu bergerak dengan flagel (White, 2009). Aeromonas hydrophila mampu bertahan hidup pada lingkungan aerob maupun anaerob. Aeromonas hydrophila menyebabkan penyakit bagi ikan dengan memproduksi Aerolysin Cytotoxic Enterotoxin (ACT) yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. (Anonymous,2009).

Fase larva Pangasius hypophthalmus memiliki kondisi yang lemah dengan organ tubuh yang baru terbentuk dan belum sempurna menjadikan fase larva sebagai masa kritis dalam pertumbuhan ikan patin. Menurut Slembrouck, Komarudin dan Maskur (2005), larva ikan Pangasius hypophthalmus memiliki panjang 1,6 mm dan bobot 1,5 mg setelah menetas dan mencapai panjang 5 mm setelah berumur 10 hari. Menurut Sularto (2008), larva Pangasius hypophthalmus memiliki kuning telur yang menempel pada bagian perut larva. Kuning telur ini habis setelah berumur 20 jam. Bakteri patogen Aeromonas hydrophila memungkinkan untuk menyebabkan lebih banyak kematian pada ikan patin siam dalam fase larva dibandingkan fase yang lain.

Penanggulangan penyakit akibat Aeromonas hydrophilla seringkali dilakukan dengan penggunaan antibiotik. Namun seiring permintaan konsumen untuk menghilangkan penggunaan antibiotik, maka perlu ada alternatif pengganti yang mampu menekan pertumbuhan Aeromonas hydrophila tetapi tidak membahayakan pertumbuhan larva ikan patin. Salah satu alternatif untuk mengontrol bakteri patogen khususnya Aeromonas hydrophilla pada budidaya ikan patin adalah dengan menambahkan bakteri antagonistik sebagai bio kontrol.

Penelitian tentang mikroorganisme yang berperan dalam menekan pertumbuhan bakteri patogen diperlukan untuk menanggulangi permasalahan di atas. Untuk kesesuaian dengan pertumbuhan larva ikan patin, maka bakteri penghambat Aeromonas hydrophyla di isolasi dari larva ikan patin. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu adanya kajian aktivitas antimikroba pada Actinobacillus sp dari Larva Ikan Patin Siam sehingga dapat memberikan informasi penting tentang kemampuannya menghambat bakteri patogen dalam upaya peningkatan hasil produksi ikan patin.

2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Autoclave, GC-MS (Gas Chromathography Mass Spectrometry), Micropipet, Mikrobact, cawan petri, laminar flow, sentrifuge, tabung reaksi, timbangan analitik, erlenmeyer, jarumose, bunsen, shaker inkubator, penyaring, coloni counter, haemocytometer, mikroskop, pinset, triangle, inkubator, ruang coldstorage, pengering vakum.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Biakan murni Aeromonas hydrophila yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, larva ikan patin siam yang diperoleh dari Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT), Sukamandi, Subang, Media TSA (Tryptone Soy Agar), NB (Nutrien Broth), Aquadest, kertas cakram (paper disc), Tris Cl, Amonium sulfat, alkohol.


3. Metode penelitian

Identifikasi Bakteri

Isolat bakteri yang diperoleh akan dilakukan identifikasi berdasarkan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Hold et al., 1994) yang meliputi: pengamatan morfologi koloni, pengamatan morfologi bakteri, pengujian sifat biokimia bakteri, pengujian motilitas dan penghitungan kepadatan isolat bakteri.

Uji penghambatan terhadap bakteri Aeromonas hydrophilla

Bakteri-bakteri yang ditemukan dan diisolasi dari larva ikan patin di uji kemampuan penghambatannya terhadap bakteri Aeromonas hydrophilla dengan metode cakram. Metabolit ekstraseluler dari bakteri-bakteri yang diisolasi dari larva ikan patin siam, diekstrak melalui 2 cara yaitu menggunakan presipitasi protein dan mikro filter.

Penentuan kurva pertumbuhan

Penentuan kurva pertumbuhan dengan menghitung jumlah bakteri pada jam ke-0 sampai terjadi penurunan jumlah sel mendekati jumlah awal pada setiap 1 jam. Penghitungan jumlah bakteri dilakukan secara keseluruhan (langsung). Penghitungan secara langsung dapat dilakukan secara mikroskopis yaitu dengan menghitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat yang digunakan adalah Haemocytometer dan mikroskop.

Penentuan waktu pertumbuhan bakteri dengan daya hambat optimum

Setiap 2 jam setelah bakteri memasuki fase stationer, dilakukan ekstraksi metabolit bakteri Actinobacillus sp untuk di uji daya hambat terhadap Aeromonas hydrophilla dengan metode cakram. Penghitungan kemampuan penghambatan dari diameter zona bening yang dihasilkan.

Analisa GCMS

Metabolit bakteri Actinobacillus sp dengan daya hambat optimal di analisa senyawa kandungannya dengan GCMS. Supernatan metabolit cair di freeze drying dan diencerkan dengan n-hexane. Selanjutnya diinjeksikan pada GCMS untuk mendapatkan kromatogram. Hasil spektro massa disesuaikan dengan data librabry senyawa kimia.

3. Hasil dan Pembahasan

Identifikasi bakteri

Hasil isolasi dan identifikasi bakteri diperoleh 6 jenis bakteri yaitu Bacillus megaterium, Bacillus mycoides, Acinetobacter boumanii, Actinobasillus sp, Pseudomonas putida dan Micrococcus sp.

Uji penghambatan terhadap bakteri Aeromonas hydrophilla

Hasil uji penghambatan metabolit Aeromonas hydrophilla menunjukkan proses ekstraksi dengan mikro filter menghasilkan penghambatan lebih besar dibandingkan proses ekstraksi melalui presipitasi protein. Bakteri dengan daya hambat paling besar adalah bakteri Actinobacillus sp.

Kurva Pertumbuhan Actinobacillus sp

Dari hasil perhitungan jumlah sel bakteri Actinobacillus sp, diperoleh grafik pada pertumbuhan bakteri pada gambar 2. Bakteri actinobacillus sp memasuki fase log pada jam ke-3 sampai jam ke-10, fase stationer pada jam ke-10 dan memasuki fase kematian pada jam ke-11.

Penentuan waktu pertumbuhan bakteri dengan daya hambat optimum

Diameter zona penghambatan pertumbuhan Aeromonas hydrophylla oleh metabolit Actinobacillus sp pada fase setelah fase stationer yaitu pada jam ke-12 sampai jam ke-24 adalah berkisar antara 11,26 – 15,20 mm. Semakin lama waktu tumbuh hingga memasuki fase kematian maka semakin besar daya hambat anti bakteri metabolit terhadap pertumbuhan Aeromonas hydrophylla. Pada jam ke-24 dihasilkan zona hambat terbesar yaitu rata-rata 15,20 mm. Grafik hasil pengujian daya hambat metabolit Actinobacillus sp terhadap Aeromonas hydrophilla.

Kontrol negatif berupa media steril tanpa pemberian Aeromonas hydrophila maupun antibakteri Actinobacillus sp sebagai pembanding absorbansi tanpa adanya pertumbuhan sel bakteri, sedangkan kontrol positif berupa biakan Aeromonas hydrophila pada media tanpa penambahan antibakteri Actinobacillus sp sebagai pembanding jumlah sel bakteri Aeromonas hydrophila tanpa penghambatan antibakteri.

Analisa GCMS

Metabolit dari Actinobacillus sp yang memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan Aeromonas hydrophila, di uji jenis-jenis senyawa yang terkandung didalamnya melalui gas chromatography-mass spectrometry (GCMS). Sebelum di uji menggunakan GCMS, metabolit bakteri Actinobacillus sp di freeze drying untuk menghilangkan air dalam metabolit. Menurut Dennison (2002), Freeze drying adalah metode untuk memisahkan air dari sample dengan suhu rendah. Air dikeluarkan langsung dari es (sample beku) melalui penyubliman. Pengurangan air tersebut dapat menghambat reaksi kimia yang menggunakan air sehingga membantu pada proses penyimpanan sample.

Metabolit Actinobacillus dalam bentuk kering di uji GCMS dengan menggunakan GCMS tipe GCMS-QP2010S SHIMADZU dengan Kolom HP-5MS, Panjang :30 meter, diameter 0,25 mm, Gas pembawa Helium. Metode yang digunakan adalah Suhu Column Oven 100 °C, Suhu Injection 300 °C, Mode Injection Splitless, Sampling Time 1 menit, Flow Control Mode Pressure, Pressure 22.0 kPa, Total Flow 60.0 mL/min, Column Flow 0.50 mL/min, Linear Velocity 26.3 cm/sec, Purge Flow 3.0 mL/min, Split Ratio 113.0. Hasil pengujian GCMS pada metabolit Actinobacillus sp ditampilkan pada Gambar 5.

Hasil GC pada senyawa antibakteri Actinobacillus sp menghasilkan 16 puncak. Ke-16 puncak tersebut di spektra massa sehingga dapat diketahui jenis senyawa yang terdapat pada masing-masing puncak dan diketahui senyawa yang berperan dalam penghambatan bakteri Aeromonas hydrophila. Hasil pembanding kromatogram GCMS dengan data kromatogram senyawa ditunjukkan pada table 3.

9-Octadecenoic acid (Z)-, methyl ester merupakan asam lemak yang termasuk dalam palmitoleic acid (Goren et al, 2003). Senyawa ini dapat diproduksi dari derivat asam oleat dan metanol melalui esterifikasi dan dimasa mendatang dapat dimanfaatkan sebagai emulsifier, detegen dan bahan penstabil (Anonymous, 2009).2-Pentadecanone, 6,10,14-trimethyl yang diprediksi merupakan senyawa pada puncak ke-4 asam lemak yang memiliki kemampuan anti mikroba terhadap bakteri gram positif dan gram negatif tetapi tidak memiliki kemampuan sebagai anti jamur. Menurut Yayli et al (2005), ekstrak lemak essensial Minuartia meyeri memiliki kandungan 2-Pentadecanone, 6,10,14-trimethyl sebanyak 5,1%. Ekstrak tersebut mampu menghambat bakteri Y. pseudotuberculosis, E. faecalis and S. aureus, namun tidak mampu menghambat E. coli, K. pneumoniae, S. marcescens and B. subtilis, serta jamur C. albicans and C. tropicalis.

Hexanedioic acid bis (2-ethylhexyl) ester pada puncak ke-7 termasuk dalam golongan asam lemak Senyawa ini memiliki kemampuan antibakteri dimana juga terdapat pada bawang putih jenis Ophioscordon dan Sativum. Ekstrak kedua jenis bawang putih tersebut memiliki kandungan Hexanedioic acid bis (2-ethylhexyl) ester, 3-deoxy-4-mannoic lactone, thymine dan hexanedoic dan memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella typhi, Shigella flexineri and Enterobacter aerogenes (Rajadurai dan Sagar, 2006).

Pada puncak 14 diprediksi merupakan senyawa phenol yang memiliki area 0,48% pada waktu retensi 30,4 menit. Phenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol merupakan komponen utama pada antiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik (Anonymous, 2009g) Dengan kemampuan tersebut maka phenol dimungkinkan untuk memiliki peran menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila

Asam amino yang muncul pada hasil analisa spektro massa adalah L-tyrosine. Tyrosin terdapat pada waktu retensi 32,217 menit dengan luas area 0,79%. Pada sebagian besar mikroorganisme, tyrosine diproduksi melalui prephenate. Prephenate merupakan dekarboksilasi oksidatif dengan retensi dari gugus hidroksi dimana transaminasi menggunakan glutamat sebagai sumber nitrogen untuk menghasilkan tyrosine dan α-ketoglutarate. Menurut Supardjo (2006), bakteriosin merupakan peptida antibakteri yang disintesis secara ribosomal dengan tersusun oleh 30 sampai 60 asam amino. Mekanisme kerja bakteriosin menghambat bakteri lain secara umum dengan menyerang membran sitoplasma melalui pembentukan pori membran sehingga meningkatkan permeabilitas membran

Tyrosin sebagai salah satu jenis asam amino dan terkandung dalam antibakteri yang dihasilkan oleh Actinobacillus sp, diprediksi merupakan satu dari asam amino-asam amino yang terdapat dalam senyawa antibakteri tersebut. Hal ini disebabkan tyrosin merupakan asam amino yang kepolarannya paling kecil. Sehingga mampu terdeteksi dengan analisa GCMS. Maka dimungkinkan adanya kemampuan antibakteri seperti bakteriosin dalam antibakteri yang dihasilkan oleh Actinobacillus sp dengan tyrosin yang bergabung dengan asam amino lainnya dalam polypeptida.


4. Penutup

Kesimpulan

Bedasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

§ Bakteri Actinobacillus sp yang diisolasi dari larva ikan patin siam memiliki kemampuan menghambat lebih besar dibandingkan isolat bakteri lainnya terhadap pertumbuhan Aeromonas hydrophilla dengan metode penyaringan mikro filter.

§ Daya hambat terbesar dari anti bakteri yang dihasilkan Actinobacillus sp adalah pada jam ke 24 yaitu pada fase kematian.

§ Senyawa antibakteri yang dihasilkan Actinobacillus sp yang dimungkinkan menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophilla adalah 2-Pentadecanone, 6,10,14-trimethyl, Hexanedioic acid bis (2-ethylhexyl) ester, polipeptida dan phenol.

Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disampaikan beberapa saran, diantaranya :

§ Senyawa antibakteri Aeromonas hydrophila dapat diekstraksi pada jam ke-24 dari pertumbuhan bakteri Actinobacillus sp.

§ Perlu dilakukan uji pada senyawa anti bakteri dari Actinobacillus sp dengan pemisahan senyawa dan penentuan konsentrasi dalam penghambatannya terhadap Aeromonas hydrophila serta penelitian in vivo tentang pengaruh senyawa antibakteri terhadap larva ikan patin baik melalui pemberian kultur bakteri Actinobacillus sp maupun pemberian senyawa anti bakteri dari Actinobacillus sp

Daftar Pustaka

Anonymous. 2009. Aeromonas hydrophilla. Diakses dari www.wikipedia.org pada tanggal 14 februari 2009.

Anonymous. 2009. 9-Octadecenoic acid (Z)-, methyl ester. Diakses dari www.cemyq.com pada tanggal 19 Agustus 2009.

Anonymous, 2009. Phenol. Diakses dari www.wikipedia.org pada tanggal 19 Agustus 2009.

Dennison.C, 2002. A Guide to Protein Isolation. Kluwer Academic Publisher. New York

Slembrouck.J, O. Komarudin, dan Maskur. 2005. Petunjuk teknis pembenihan ikan patin indonesia, Pangasius djambal. IRD dan Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan Riset Kelautan dan Perikanan.

Sularto Pamungkas Wahyu, dan Bambang Iswanto, 2008. Perkembangan Awal Larva Ikan Patin Hasil Persilangan Antara Betina Patin Siam dengan Jantan Patin Jambal. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. Sukamandi. Subang

Suparjo. 2008. Bakteriosin dan peranannya dalam ekologi Mikroba Rumen. Jajo66.wordpress.com. diakses tanggal 24 Februari 2009.

White.R, 2009. Diagnosis of Aeromonas hydrophila Infection in Fish. Animal Disease Diagnostic Laboratory

0 Responses to “Antibakteri Actinobacillus sp terhadap Aeromonas hydrophilla”:

Posting Komentar